Senin, 14 September 2015

AS-4

udah lama nggak buka lapak ini.
udah lama nggak ngutak-atik ini lapak.
udah lama...

tapi malu sendiri lihat lapak ini..

maaf, udah ketemu sama yang baru
jadi keasyikkan di lapak baru

salam rindu dari AS-4 (read: ruang baru)

Minggu, 05 Oktober 2014

Teori Geosentris

Pertama kali aku mengetahui teori geosentris dan teori heliosentris, tanggapan pertamaku adalah, manakah yang benar?
Aku percaya teori geosentris. Alasan? Aku belum menemukan.
Setiap orang yang paham mengenai dua teori ini, akan selalu aku tanyakan, mana yang benar? Selalu ada perbedaan pendapat, ada yang mengatakan tori geosentris dan ada yang mengatakan teori heliosentris.
Keyakinanku pada teori geosentris semakin besar ketika aku membaca buku biografi salah satu ilmuwan Islam yang begitu aku kagumi, Al-Biruni, The Father of Science. Beliau menganut paham teori geosentris.
Ketika aku menanyakan mengenai dua teori ini pada salah satu dosen Astronomi, tanggapannya tergantung acuan. Jujur, jawaban itu tidak membuatku puas.
Di pelajaran Astronomi Posisi, diajarkan mengenai tata koordinat astronomi dan kita menggunakan teori geosentris dalam pengaplikasikannya. Nah loh?
Iseng-iseng buka daftar tema Al-Qur’an yang berada di halaman belakang Al-Qur’an, membaca sub tema gravitasi bumi, membuka surat 13:2
Allah berfirman:
“Allah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menundukkan matahari dan bulan; masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu.” (Ar-Ra’d: 2)
Beredar? Mugkinkah matahari mengedari bumi? Satu kata itu membuat aku semakin penasaran. Aku pun membuka Tafsir Ibnu Katsir. Berikut isi Tafsir Ibnu Katsir, tanpa aku ubah sedikitpun.
Allah Swt. menceritakan tentang kesempurnaan kekuasaan-Nya dan kebesaranpengaruh-Nya, bahwa dengan seizin dan perintah-Nya langit ditinggikan tanpa pilar penyangga. Bahkan dengan seizin dan perintah-Nya serta penundukan dari-Nya, langit ditinggikan dari bumi dalam jarak yang tingginya tak terperikan dan tak terjangkau oleh ukuran. Langit pertama mengelilingi bumi dan sekitarnya —termasuk air dan udara— dari semua arah dan kawasannya serta berada jauh tinggi dari semuanya dengan ketinggian yang merata dari semua sisinya. Jarak antara langit pertama dan bumi dari setiap arah adalah perjalanan lima ratus tahun, sedangkan ketebalan langit pertama juga sejauh perjalanan lima ratus tahun.
Kemudian langit kedua mengelilingi langit pertama beserta semua isinya, dan jarak antara langit pertama ke langit kedua adalah lima ratus tahun perjalanan, sedangkan ketebalan langit kedua adalah perjalanan lima ratus tahun. Demikian pula seterusnya pada langit yang ketiga, langit keempat, langit kelima, langit keenam, dan langit ketujuh. Allah Swt. telah berfirman:
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.” (Ath-Thalaq: 12), hingga akhir ayat.
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
Tiadalah ketujuh langit beserta apa yang ada di dalamnya dan semua yang ada di antaranya bila dibandingkan dengan Al-Kursi kecuali seperti sebuah gelang yang dilemparkan di sebuah padang pasir. Dan (tiadalah) Al-Kursi bila dibandingkan dengan ‘Arasy yang agung, melainkan seperti gelang itu yang berada di padang pasir.
Di dalam riwayat yang lain disebutkan:
'Arasy tidak dapat diperkirakan luasnya kecuali hanya oleh Allah Swt.
Disebutkan dari sebagian ulama Salaf bahwa jarak antara ‘Arasy sampai ke bumi memakan waktu lima puluh ribu tahun, dan jarak di antara kedua sisinya adalah perjalanan lima puluh ribu tahun. ‘Arasy berupa yaqut merah.
Firman Allah Swt.:
“tanpa tiang (sebagaimana) yang kalian lihat.” (Ar-Ra’d: 2)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan lain-lainnya yangbukan hanya seorang, bahwa langit itu mempunyai pilar penyangga, tetapi kalian tidak dapat melihatnya.
Lain pula halnya dengan Iyas ibnu Mu’awiyah, ia mengatakan bahwa langit di atas bumi seperti kubah, yakni tanpa tiang penyangga.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah melalui riwayat yang bersumber darinya; pendapat inilah yang lebih sesuai dengan konteks ayat dan makna lahiriah dari firman Allah Swt. yang mengatakan:
“Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya” (Al-Hajj: 65)
Dengan demikian, berarti firman Allah Swt. yang menyebutkan: “(sebagaimana) yang kalian lihat.” (Ar-Ra’d: 2)
mengukuhkan ketiadaan hal tersebut, yakni langitditinggikan tanpa memakai tiang penyangga seperti yang kalian lihat. Hal inimenunjukkan kekuasaan Allah Swt. Yang Mahasempurna.
Di dalam syair Umayyah ibnu Abus Silt yang syairnya beriman tetapi kalbunya kafir, seperti yang disebutkan di dalam hadis, lalu diriwayatkan oleh Zaid ibnu Amr ibnu Nufail r.a., yaitu:
Engkaulah Yang telah melimpahkan anugerah dan rahmat kepada Musa, Engkau utus dia sebagai rasul menyeru (manusia menyembah-Mu).
Engkau katakan kepadanya, “Pergilah kamu bersama Harun, serulah Firaun untuk menyembah Allah, dia adalah orang yang melampaui batas.
Katakanlah olehmu berdua kepadanya, ‘Apakah engkau yang telah menghamparkan bumi ini tanpa pasak sehingga ia dapat terhamparkan seperti sekarang?’
Dan katakan olehmu berdua kepadanya, ‘Apakah kamu yang telah meninggikan langit ini tanpa tiang, atau apakah kamu yang membangun di atasnya?’
Dan katakanlah olehmu berdua kepadanya, ‘Apakah engkau yang menyempurnakan penciptaan tengah-tengah langit yang dapat memberikan petunjuk kepadamu dengan sinar bintang-bintangnya di saat malam hari menyelimutimu?’
Katakanlah olehmu berdua kepadanya, ‘Siapakah yang mengirimkan matahari di siang hari, lalu permukaan bumi yang terkena sinarnya menjadi jelas kelihatan?’
Dan katakan olehmu berdua, ‘Siapakah yang menumbuhkan biji-bijian di bumi, lalu tumbuhlah darinya tumbuh-tumbuhan yang subur dan semarak, dan pada ujung tumbuh-tumbuhan itu keluar biji-bijian?’
Maka pada kesemuanya itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang yang berpikir.
Firman Allah Swt.:
“kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy.” (Ar-Ra’d: 2)
Tafsir ayat ini telah disebutkan di dalam tafsir surat Al-A’raf, bahwa penyebutan sifat ini bagi Allah disertai dengan pengertian tanpa menggambarkan dan tanpa menyerupakan-Nya dengan sesuatu pun, Mahasuci Allah dari segala misal dan perumpamaan, lagi Mahatinggi dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
Firman Allah Swt.:
“dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan.” (Ar-Ra’d: 2)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah matahari dan bulan terus beredar sampai batas waktu penghentiannya, yaitu dengan terjadinya hari kiamat.
Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
“dan matahari berjalan di tempat peredarannya.” (Yasin: 38)
Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah matahari dan bulan berjalan sampai ke tempat menetapnya, yaitu di bawah ‘Arasy yang bersebelahan dengan perut bumi dari sisi lainnya. Matahari dan semua bintang-bintang langit apabila telah sampai di tempat itu, maka letaknya sangat berjauhan dengan ‘Arasy. Karenasesungguhnya menurut pendapat yang benar berdasarkan dalil-dalil yang ada, bentuk ‘Arasy seperti kubah yang menutupi semesta alam, bukan mengelilinginya seperti semua bintang, mengingat ‘Arasy mempunyai kaki-kaki dan ada para malaikat penyangga ‘Arasy yang menyangganya. Dan hal seperti ini tidak tergambarkan pada suatu bentuk yang bundar. Hal ini jelas bagi orang yang memikirkan ayat-ayat dan hadis-hadis sahih yang menerangkan tentangnya.
Penyebutan matahari dan bulan dikarenakan keduanya adalah dua bintang yang paling menonjol di antara tujuh bintang yang beredar lainnya, sedangkan bintang-bintang yang beredar lebih utama daripada bintang yang tetap (tidak beredar).
Apabila Allah telah menundukkan keduanya, maka terlebih lagi semua bintang lainnya, lebih utama, seperti yang diisyaratkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
“Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula)kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kalian hanya kepada-Nya saja menyembah.” (Fushshilat: 37)
Hal ini telah dijelaskan pula dalam ayat lainnya, yaitu:
“dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang;(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-A’raf: 54)
Mengenai firman Allah Swt.:
“Menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kalian meyakini pertemuan (kalian) dengan Tuhan kalian.” (Ar-Ra’d: 2)
Artinya, menjelaskan tanda-tanda dan dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Dialah Tuhan yang tidak ada Tuhan selain Dia, dan bahwa Dia dapat menghidupkan kembali makhluk, bila Dia menghendakinya, seperti Dia memulai penciptaannya.
Maaf, aku copy  semua tafsir di ayat dua, dengan maksud kalian bisa membacanya juga. Ada hal yang menurutku kurang tepat, matahari dan bulan bukanlah bintang, matahari adalah bintang dan bulan adalah satelit alami bumi, menurutku yang tepat adalah benda langit.
Selesai membaca tafsiran itu, hal yang membuatku semakin merinding, penasaran, dan takjub, yaitu bagian Jarak antara langit pertama dan bumi dari setiap arah adalah perjalanan lima ratus tahun.
Bagiku ini sebuah petunjuk, bahwa bumi adalah pusat alam semesta.
Wallahu’alam.

Selasa, 28 Januari 2014

Al Khansa~chan, Ohayou Gozaimasu

لاَ هَوْلَ وَلاَ قُوَّتَ اِلاَّبِاللّهِ

mendengar kata 'pagi' selalu meningatkanku pada lembaran hidup yang baru. awal dari lembaran-lembaran hidupku. entah, apa yang akan terjadi di lembaran itu, mungkin tinta hitam atau pelangi atau lembaran itu tetap menjadi lembarn kosong.
pagi ini, berkah yang paling dekat mengguyur Kandang Gajah. suasana yang menyenangkan, hujan di pagi hari. aku tak bisa mengatakannya oleh kata-kata, yang jelas aku menyukainya. 
kali ini, aku tak akan menceritakan tentang kejadian pagi ini. kali ini aku akan menceritakan ketidakjelasan yang aku rasakan. kata kuncinya, aku tak tahu apa yang aku tahu.
semester awal, diguyuri oleh semangat baru #seharusnya... kenyataannya lumayanlah. aku bingung, aku nggak tahu, entahlah... #astagfirullah
perasaan kacau, rasanya hanya ingin menangis,,, menceritakan kegelisahan pada-Nya... sempat aku lakukan. aku malu, aku seperti tak tahu diri, dan aku hina.  aku ingin lenyap, tapi ketika ingat pertanyaan 'itu', apakah aku bisa lenyap sekarang??? GAK!!!!!!!!!! aku belum bisa bertanggung jawab,, aku belum bisa melakukan pertanyaan 'itu', karena aku belum puas dengan jawabanku sekarang.
aku ingin hidup sederhana, dengan segala keluarbiasaan-Nya...
aku ingin menjadi pemenang atas hidupku sendiri, finish dengan mengucapkan 'Laaillaha illallahu muhammaddar rasulullah'

"Aku tetap tidak peduli
Asalkan aku seorang Muslim
Biarpun diriku dibunuh mati
Untuk Allah kematianku pasti"
(syair di buku)

ALLAH KNOWS (^_^)