Sabtu, 30 Juli 2011

Sore

“Fit, Shof, Mir, aku duluan ya…..”
“Ya, hati-hati ya Sa….” kata Mira.
”Ya,” kata Shofie.
”Hati-hati ya Khan....” kata Fitri.
Aku pun mendekati kernet bis. Saat lampu merah, ku langkahkan kaki ini keluar dari bus Wahyu Putra yang supek, bau, dan penuh dengan penumpang, saking penuhnya, sampai-sampai aku harus berdiri.
Tepat di perempatan Gading, aku diturunkan.
Dan aku pun melihat bus Wahyu Putra membelok ke arah kanan, ke arah Sukoharjo.
Akhirnya, lega juga, kataku dalam hati. Tapi, kesengsaraanku belum berakhir. Aku bingung haruskah aku menunggu bus Sendang Mulya di sini atau di perempatan depan. Aku bingung!!!!! Tapi, kata hati kecilku mengatakan, kalau aku harus jalan ke perempatan depan.
Aku kira jaraknya dekat, tapi ternyata cukup jauh juga untuk pejalan kaki sepertiku. Aku mempercepat langkahku.
Benar-benar malu, sore-sore seorang gadis remaja sendirian jalan kaki di jalan besar, ditambah masih pake baju seragam. Memalukan. Masih mending jika seragam itu seragam osis, tapi ini malah seragam identitas sekolah. Sangat memalukan........
Aku menambah kecepatan jalanku. Aku benar-benar malu. Tapi, aku pikir-pikir lagi. Kenapa harus malu? Bukankah di kota ini tidak ada yang mengenalku. Ya, tak ada yang kenal. Uppsss.... salah, tak ada, tapi yang benar tak banyak.
Hatiku bertambah takut ketika ada seorang bapak berjalan di belakangku. Aduh, udah takut sore-sore jalan sendiri, di tambah bapak itu. Aduh, benar-benar takut.
Kenapa nggak sampe-sampe? Tanyaku dalam hati. Aku pun lebih perbanyak istighfar. Aku hanya bisa berharap kepada Allah. Hanya Dia yang bisa menjagaku untuk saat ini.
Aku tersenyum kecil, ketika melihat ada bus Sendang Mulya di perempatan depan. Tapi, semakin aku percepat langkahku. Eh, ternyata bis itu pun berjalan. Aku tertinggal bus. Aku kecewa. Tapi, apa boleh buat. Semua itu telah terjadi. Dan tak ada yang perlu untuk disesali.
Bapak itu masih ada di belakangku. Namun, ketika sampai di perempatan, bapak itu ikut menunggu seperti aku. Apakah bapak itu juga menunggu bus? Entahlah, aku tak tahu.
Entah, karena masih berkecamuk antara takut, malu, capek, pusing, haus, aku tak sadar sudah berapa lama aku menunggu. Aku berdiri di pinggir jalan dengan menggandeng tas hitam, memakai seragam identitas sekolah, dan bermuka 3 L, lesu, lelah dan letih. Hehehehehehehehehe.........
Dan mungkin, sekarang aku udah menjadi tontonan gratis untuk para pengguna jalan dan terutama untuk orang-orang yang menunggu lampu hijau. Tapi, biarlah.
Aku bertambah takut, ketika bus Sendang Mulya tak segera ada. Aku benar-benar takut. Jika bus itu sudah nggak ada, nanti aku pulangnya gimana? Sedangkan bulekku nggak ada yang bisa menjemput aku.
Aku bingung jika itu terjadi. Tapi, untunglah masih banyak orang yang sedang menunggu bus Sendang Mulya dan mungkin termasuk bapak itu. Setidaknya hatiku agak sedikit lega dan memungkinkan kalau nanti pasti ada bus Sendang Mulya yang lewat.
Kakiku benar-benar pegal, setelah mentulusuri jalanan belakang Sriwedari bolak-balik. Benar-benar capek. Selain itu aku merasa haus banget dan lidahku yang kebakar gara-gara makan nasi goreng yang baru matang tadi. Aduh.....
Aku ingin beli minum. Sedangkan di sini tak ada yang menjual minuman.
Aku pun lebih memilih untuk beristighfar didalam hati.
Lagi-lagi Allah menolongku, bus Sendang Mulya masih ada. Aku tersenyum kecil. Lega rasanya.
Seketika aku langsung naik dan duduk. Aduh nikmatnya.........
Dan benar, ternyata bapak itu juga naik bus ini.
Itu belum selesai. Aku masih takut jika bus ini lurus ke Karanganyar dan bukan belok ke Blimbing.
Kernet pun meminta bayaran kepadaku. Aku kasih ke kernet itu seribu rupiah. Tapi...
”Mba, kurang lima ratus.”
Aku kaget, bukannya tarif pelajar cuma seribu rupiah? Akhirnya, aku pun mengambil dompet yang ada dikantong rok sebelah kananku. Aku mengambil lima ratus rupiah. Dan ku serahkan uang itu ke kernet itu dan sambil bertanya.
”Pak, nanti belok nggak ke Blimbing?”
Tapi, malah kernet itu cuma membalas, kalau nanti lewat.... nah loch..., aku nggak tahu daerah mana itu...... Baru satu tahun aku tinggal di sini.
Aduh, aku bingung. Kalau bus ini nggak lewat Blimbing, aku harus jalan kaki, masalahnya busnya berhenti di pertigaan Bekonang dan lurus ke Karanganyar. Selain itu, aku minta dijemput di situ, tapi bisanya dijemputnya habis maghrib.
Untuk menenangkan hati, aku lebih memilih untuk istighfar. Karena dengan begitu, aku lebih lega, walaupun aku masih bingung dan takut.
Busnya terlalu lelet, sehingga membuat aku geram di dalam hati. Cepetan dong!!! Teriakku dalam hati.
Rasanya tak sabar untuk segera sampai di rumah. Aku ingin segera tidur. Capeknya bukan main.
Ketika hampir sampai di pertigaan Bekonang, aku bertanya lagi ke kernet itu.
”Pak, nanti belok, apa lurus?
”Nanti lurus.”
Jantungku berdetak kencang, kekhawatiranku terjawab dan seketika itu pun aku mendekati pintu bus. Lalu aku pun turun dari bus.
Aku menyebrang jalan raya dengan sangat hati-hati, karena jalanannya begitu sangat ramai.
Perjalanan masih sangat panjang. Aku harus jalan sekitar satu kilometer lebih untuk sampai di rumah. Aku harus jalan dengan sangat cepat. Karena sebentar lagi Adzan Maghrib.
Aku berjalan dengan sangat cepat, sampai-sampai kakiku yang pegal ini bertambah sakit, tapi, karena tekadku harus segera sampai di rumah, rasa sakit itu aku abaikan.
Aku pun lebih banyak istighfar. Dan dalam hati, sebenarnya aku ingin menangis. Mataku sudah berkaca-kaca. Aku ingin menangis. Tapi, aku ingat. Aku nggak boleh menangis, aku ingin menjadi wanita yang sabar, karena aku ingin mendapatkan surga-Nya. Aku ingin meraih itu. Seketika air mataku tak keluar dari kelopak mataku ini. Aku tersenyum.
Ketika di jalan aku sempat berkata,
”Pak, bu, mas, mba, tolonglah aku, tolong antarkan aku sampai rumah....” itu sempat aku katakan ketika ada kendaraan yang lewat, tapi tetap saja tak ada yang mendengar. Maklum, akukan mengatakan itu dengan suara yang sangat lirih. Hahahahahahahahaha.........
HAH.... jalannya sangat masih jauh. Tapi, aku nggak boleh mengeluh terus-terusan. SEMANGAT!!!
Ketika hampir sampai masuk desa, adzan Maghrib berkumandang. Terlihat dari jauh orang-orang berbondong-bondong pergi ke masjid desa itu. Ya, masjid itu terletak di depan jalan yang mau masuk ke desa.
Aku malu banget, ketika aku melewati masjid itu. Orang-orang melihatku dengan tatapan yang aneh. Yaiyalah..., gimana nggak?! Seorang wanita jalan kaki sendirian, maghrib-maghrib kayak gini, ditambah masih pake baju seragam.
Tapi, aku berusaha untuk cuek. Kan aku bukan orang asli sini....
Akhirnya, sampai juga di jalanan desa.
Jalanannya sangat sepi. Sehingga membuat bulu kudukku semuanya tegak. Aku merinding. Gimana nggak takut? Maghrib-maghrib kayak gini masih di luar rumah. Sendirian lagi. Aku takut jika terjadi apa-apa. Hush.... jangan berpikir negatif.
Aku pun teringat, kalau aku belum baca tiga surat. Ya, setiap pagi dan sore-sore seperti ini, kita dianjurkan untuk membaca 3 surat yaitu, An Naas, Al Falaq, dan Al Ikhlas sebanyak masing-masing 3 kali. Fungsi kita membaca tiga surat itu setiap hari adalah kita bisa terhindar dari sihir. Subhanallah...
Aku pun membaca tiga surat itu. Ketika selesai membaca tiga surat itu. Tepatlah aku sampai di depan rumah. Aku pun masuk halaman depan dan berjalan ke pintu rumah. Aku mengetuk pintu rumah.
”Assalamu’alaykum.”
Tak ada jawaban.
”Assalamu’alaykum.”
Tetap tak ada jawaban, aku pun mengetuk pintu rumah.
Mungkin, mbah putri sedang shalat Maghrib, pikirku.
”Assalamu’alaykum.”
Tiba-tiba ada jawaban.
”Sapa ya?” dengan dialek jawa yang sangat kental.
”Mbah, ini Khansa,” dengan nada yang sangat lirih, karena begitu capeknya diriku.



Jazakumullah khairan, Mira, Shofie, dan Fitri atas sorenya.
17 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar