Rabu, 04 Desember 2013

Aku, Ison, dan Pencarian Tulang Rusuk

Bukan malam. Ini sepertiga malam.
Bukan pagi. Ini pagi yang gelap.
Jadi, inilah pagi di malam hari.
Dengan sayap satu, sayap dua, sayap tiga, sayap empat, sayap lima, atau bahkan ribuan sayap malaikat turun ke bumi. Bisa dirasakan betapa dinginnya pagi di malam hari ini. Aku merasakan hal itu, tapi kedinginan itu membuat mataku ingin terus terbuka. Karena aku harus melihat itu…

Wanita itu…
Wanita yang selalu ada di mimpiku. Wanita yang selalu menghantui tidurku. Wanita yang aku tak tahu siapa dia. Wanita yang selalu buatku gelisah. Wanita yang terasa dekat denganku, tapi aku tak tahu bagaimana dia. Wanita yang buat jantungku berdetak lebih kencang.
Ahh…!!! Umurku yang tua ini, memang seharusnya sudah berkeluarga. Entahlah, apa yang membuat diriku terus-terusan menunda. Walaupun sebenarnya, aku tak pernah menuntut banyak hal, aku hanya ingin wanita yang setia.
Aku ingin segera berkeluarga, tapi bayangan wanita itu selalu menghantui. Serba salah. Terpikir olehku untuk mencari wanita itu. Dengan cara apa? Bodoh sekali aku, buat apa aku mencari dia, aku saja tak tahu dia seperti apa, namanya siapa, bagaimana wajahnya, aku sama sekali tak tahu. Hanya ada satu hal yang aku tahu, dia berjilbab.
Dadaku semakin sesak. Wanita itu telah menghancurkan hidupku. Karena dia, aku tak segera berkeluarga.

Suasana Boscha semakin ramai. Aku benci hal itu.
Sekumpulan himpunan mahasiswa astronomi (aku melihatnya dari jaket lapangan yang mereka pakai), sekumpulan orang-orang dewasa (entahlah dari mana, yang jelas mereka kumpulan yang paling heterogen, karena dari remaja sampai orang yang sudah tua ada di kumpulan itu). Ada beberapa sekumpulan kecil orang dan mungkin hanya aku yang sendiri.
Yupsss… Aku jauh-jauh dari Kota Gudeg datang ke Kota Kembang hanya untuk melihat Ison. Tertarik dengan dunia astronomi? Sebenarnya tidak, aku hanya tertarik dengan ison. Kapan lagi aku bisa melihat komet dalam hidupku? Kesempatan emas tak pernah datang untuk kedua kalinya.
Ini hari terakhir sekaligus kesempatan terakhir aku melihat ison, sebenarnya udah seminggu aku di Kota Kembang, tapi selama ini aku belum berhasil melihat ison. Semoga hari ini aku beruntung.
Langit lembang bagaikan lukisan alam. Jutaan bintang beraksi, menampilkan semua sinar yang mereka miliki. Indah, benar-benar indah. Ini pertama kalinya aku melihat langit yang begitu luar biasa cantiknya.
“Jundi, Rizky, Rendy, siap-siap ya…” terdengar suara wanita, suara itu…
Aku pun langsung mencari pemilik suara wanita itu. Boscha benar-benar gelap, aku susah melihat wajah orang, semua hitam.
“Putri, Elma, Fitri, kalian juga siap-siap…” suara wanita itu terdengar lagi. Suara itu terdengar lebih dekat dari suara yang pertama. Tak salah lagi, dia ada di dekat sini.
Mana? Mana wanita itu? Aku seperti anak kecil yang kebingunan mencari ibunya. Aku seperti orang gila. Hanya karena suara, aku bisa seperti ini. Arghhh!!!! Bodohnya diriku. Belum tentu pemilik suara itu adalah wanita itu. Tapi entahlah, hati kecilku mengatakan dialah orangnya, jantungku terus berdetak lebih kencang. Panas dingin di suasana yang begitu dingin. Kakiku tak bisa berhenti mencari pemilik suara itu.
Hingga akhirnya, pencarian dihentikan. Suara adzan shubuh berkumandang.
Beberapa saat kemudian, aku dan orang-orang siap melihat keindahan ison. Rasanya tak sabar melihat ison secara langsung. Tapi yang lebih penasarannya lagi, siapa pemilik suara itu. Diam-diam, aku terus melangkah, mencari pemilik suara itu. Terpikir olehku, dia adalah salah satu dari sekumpulan himpunan mahasiswa astronomi.
“Komet ison!!!” terdengar teriakan yang aku tak tahu dari mana sumber suara itu.
Benar saja. Komet ison itu terlihat oleh bola mataku sendiri. Ini benar-benar asli. Aku sempat tak mempercayainya, setelah sekian lama menunggu menyaksikan komet ison, akhirnya waktu ini tiba juga.
“Komet ison, betapa cantiknya kau…” kataku dengan suara lirih.
Aku abadikan komet ison dalam kameraku. Aku tak boleh ketinggalan. Hahaha… aku bisa pamerkan ini pada teman-teman kantorku. Aku puas bisa melihat ison, ini kebanggan tersendiri buat hidupku. Sekali dalam seumur hidup.
Dengan perlahan Sang Fajar menampakkan jati dirinya. Boscha tak segelap sepertiga malam. Aku bisa melihat wajah semua orang. Saatnya berburu wanita pemilik suara itu. Aku dengan sengaja mendekatkan diri dengan sekumpulan himpunan mahasiswa astronomi. Kulihat semua wanita yang ada disana. Tak ada wanita yang membuat jantungku berdetak. Tak adakah wanita itu?
“Ini tehnya,” suara wanita itu. Aku pun langsung mencari sumber suara itu. Wanita pemilik suara itu berjalan mendekati sekumpulan himpunan mahasiswa astronomi. Jantungku langsung berdetak sangat kencang. Nafasku terasa berat. Ahh… masih zamankah, deg-degan gara-gara cinta?
“Makasih Khansa,” kata salah satu temannya.
Nama dia Khansa.
Hai, Ison! Aku menemukan wanita itu di sini. Wanita yang terus-terusan menganggu hidupku. Wanita yang kucari-kucari dan akhirnya aku menemukannya. Ison, tanpamu aku tak mungkin bisa menemukan dia.

Wahai bidadari bernama Khansa, maukah kau menjadi tulang rusukku?


-thd-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar